Penikahan Suku
Selasa, 22 Januari 2013
Setelah keluar dari kelas
sore tadi, seseorang memanggilku dari lantai dasar. Kudongakkan kepala melihat
siapa yang memanggil. Ternyata, salah satu tutor speaking yang biasa mendendangkan
cerita galaunya. Hehe, langsung saja aku menuruni tangga dan mengahampirinya. Karena
sedang berbaik hati, ku terima ajakannya untuk mengantarkan ke ATM dan makan
sore itu.
Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul setengah tujuh malam ketika selesai makan di Quick Chicken dan
aku belum melaksanakan sholat magrib. Akhirnya masjid An Nur adalah tujuan kita
selanjutnya. Tidak lebih dari sepuluh menit, sholat selesai. Duduk di emperan
masjid dan berbicara apa saja. Dari kegalauan dia hingga menangis beberapa hari
yang mengakibatkan suaranya hilang entah kemana, menghadapi suatu masa yang
sulit dalam hidup, hingga tentang rencana menikah dan seluk beluk dalam
pernikahan.
Pada akhirnya, setelah
sharing mengenai masalah pernikahan dan seluk beluk didalamnya, aku sangat
bersyukur sekali dilahirkan di tanah Jawa. Yang notabennya tidak ada adat yang
mengatur secara keras dalam pelaksanaannya. Temanku ini adalah keturunan Bugis,
dialahirkan di tanah Makassar. Ketika dia akan menikah, maka nantinya, calon
mempelai pria harus memberikan uang (bisa disebut juga mahar) sesuai dengan
tingkat pendidikan yang ditempuh sang mempelai wanita. Semakin tinggi
pendidikan sang wanita, maka semakin mahal pula ia.
Ibaratnya ada seorang
wanita yang akan menikah, setelah lulus S1. Maka setidaknya, sang pria harus
bisa membayar minimal 50 sampai 100 juta, tengantung negosiasi dari dua
keluarga. Ketika kedua keluarga sudah memutuskan mahar yang sesuai, maka
pernikahan bisa dilangsungkan dengan melaksanakan tiga hari pernikahan sesuai
adat Makassar. Dan yang paling membuatku heran adalah uang mahar tersebut hanya
digunakan dalam tiga hari pelaksanaan pesta. Hal yang baru kuketahui, membuatku
menganga dan terlalu berlebihan dan sangat mubadzir menurutku.
Tetapi, ketika tidak ada
kesepakatan yang sesuai diantara kedua keluarga, maka pasti. Pernikahan tidak
akan berlangsung. Sebesar apapun usaha maupun cinta sepasang kekasih yang akan
menikah itu, tapi ketika hal awal tersebut tidak terpenuhi, gagal-lah
pernikahan. Satu hal lagi, keturunan raja yang bermarga Andy didepan nama
mereka, hal yang menyangkut mahar yang tinggi masih sangat erat ketika akan
dilangsungkannya pesta pernikahan. Jarang ada sejarah menuliskan, orang
bermarga Andy akan menikah selain mereka. Setidaknya, mereka harus mencari yang
setara, begitu anggapannya.
Temanku ini adalah salah
satu yang menentang adat dalam sukunya. Dia tidak pernah setuju dengan
kebiasaan yang sudah mengakar pada masyarakat di Bugis. Dia selalu menentang
keluarganya yang selalu bersikukuh untuk bernegosiasi dengan pihak pria
berkaitan dengan mahar yang akan diberikan. Menurutnya, itu bukanlah adat. Hal tersebut
hanya sebuah kegengsian yang tinggi yang sudah mendarah daging dalam
masyarakat. Melihatnya saja, dia sungguh geram dibuatnya.
Miss Pipi namanya. Sekarang
dia sudah menempuh pendidikan S2 nya. Dan aku yakin, ketika menikah nantinya, mahar
yang di tawarkan oleh keluarganya kepada pihak pria pasti sangat tinggi, bisa
sekitar 100 juta bahkan lebih. Karena pendidikan yang tinggi sangat berpengaruh
dalam mahar yang diberikan. Huuft, tak terbayangkan sang pria harus menyiapkan
beratus ratus juta untuk menyunting seorang gadis, dan uang itu akan lenyap
hanya sekitar tiga hari. Gengsi dalam masyarakat yang sudah menjadi adat.
Dia berusaha menentang
itu semua. Tapi, fakta belum bisa membuktikan. Karena dia memang belum menikah.
Dan salah satu yang dia pusingkan adalah ketika sang pria adalah orang selain
suku tersebut dan tidak bisa memenuhi kebiasaan dalam sukunya. Hingga permasalahan
timbul, dia tidak akan bisa menikah jika sang pria hanya bisa membayar dengan
20 juta. Betapa susah dan berat ketika sudah bertarung dan menentang kebiasaan.
Karena kadang, membenarkan kebiasaan itu lebih mudah dari pada membiasakan
kebenaran.
Itu yang membuatku
bersyukur sekali lagi, dilahirkan di tanah yang sangat-sangat damai. Tidak ada adat
dan kebiasaan yang terlalu mengikat dan berat, khususnya dalam pernikahan. Tidak
perlu mahar yang tinggi untuk melamar seorang gadis. Ketika sudah ada janji
yang mengikat, meskipun hanya bermahar seperangkat alat sholat, pernikahanpun
bisa terjadi.
Hal lain yang sangat
penting, sebenarnya bukanlah terletak dalam perayaan atau dalam pesta
pernikahannya. Tapi hal yang penting dalam pernikahan adalah hari-hari yang
akan berlangsung setelah pernikahan tersebut. Karena percuma saja ketika satu
hari saat pesta, bisa saja terlihat berbahagia, tapi tidak untuk selanjutnya. Semua
itu percuma, dan tidak ada gunanya. Karena pernikahan yang berbahagia adalah ketika
pasangan pria dan wanita bisa melewati segala rintangan dan permasalahan hidup
setelah mereka menikah dengan dukungan satu dengan lainnya. Mengucap janji
setia dari sejak akad nikah hingga kembali lagi kesisiNya.