Part 1
Beberapa hari yang
melelahkan, untuk sebuah perjalanan yang lebih tepatnya disebut liburan.
Sembari liburan, tujuan utama lain adalah silaturahim ke beberapa kerabat di
moment lebaran kali ini. Kota kembang Bandung dan ibu kota Jakarta adalah tujuannya.
Pergi hanya bersama kakak pertamaku, Isa, memebuat perjalanan kali terasa
berbeda. Entah mengapa, aneh rasanya.
Tepat pukul 13.00 WIB
hari Kamis 23 Agustus 2012, diperempatan Tulungredjo aku dan mas sudah berdiri
mematung menunggu bis yang lewat menuju stasiun Kediri. Butuh sekian menit
menunggu, tapi tak satu pun bis melintas. Dan akhirnya angkutan umum atau yang
biasa disebut ‘len’ menjadi pilihan kita. Sekitar kurang lebih tiga puluh
menit, aku sampai di stasiun Kediri.
Kereta ekonomi Kahuripan
siap berangkat ketika aku sampai. Langsung menuju petugas untuk boarding pass,
satu peraturan baru untuk semua penumpang kerera ekonomi, harus menunjukkan
identitas baik KTP ataupun SIM yang sesuai dengan nama yang tertera di tiket.
Tujuan pertama adalah Bandung, kota yang dikenal dengan makanannya yang sangat
nikmat, dan juga mojang Bandung yang geulis dan kasep pisan.
Stasiun Kiara Condong,
Bandung. Butuh tujuh belas jam untuk mencapainya. Sangat lama sekali. Karena
kereta Kahuripan ini harus beberapa kali berhenti di banyak stasiun dari Jawa
Timur hingga Jawa Barat. Dan selanjutnya wisata keliling Bandung siap dimulai.
Tidak perlu mencari
penginapan untuk tiga hari keliling Bandung, karena telah direncanakan dari
awal, aku dan mas akan menginap di salah satu rumah teman di daerah Cigadung,
dan itu semua free of charge. Cuma perlu membawa oleh-oleh dari Kediri sebagai
pemanis. Menghemat budget pula.
Hari setibanya di Bandung
kebetulan adalah hari Jum’at. Setelah menunggu sholat Jum’at selesai, segera
aku, mas, Manda (sang tuan rumah) bergegas menuju Braga city Walk dan berjumpa
dengan bang Bintang (murid mas saat di Pare). Menyusuri sepanjang jalan Braga
yang suasananya sangat mirip seperti jalan Malioboro di Jogja. Banyak bangunan
kuno berjajar di jalanan tersebut, dan berderet-deret toko lukisan kuno yang
sangat menakjubkan. Serasa merasakan suasana tempo dulu, dengan keadaan
tersebut. Tidak salah jika jalan tersebut selalu ramai akan wisatawan lokal
maupun asing.
Di ujung jalan Braga,
terdapat bangunan tua yang disebut Gedung Merdeka. Lebih tepatnya adalah
bangunan yang difungsikan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika. Memang,
beberapa puluh tahun yang lalu para petinggi negara selalu mengadakan sebuah
konferensi atau KAA di gedung ini. Banyak dipamerkan sejarah KAA dan juga gambar-gambar
tentang situasi berlangsungnya KAA yang dipimpin oleh presiden pertama
Indonesia, Soekarno. Tempat yang wajib dikunjungi pula ketika bersinggah di
kota Kembang ini.
Selanjutnya adalah masjid
agung Jawa Barat, yang memiliki dua menara kembar. Tinggal berjalan sekitar 500
meter dari gedung Merdeka, sampailah pada tujuan. Dari atas menara, keindahan
kota Bandung akan terlihat sangat elok. Kemacetan yang menjadi pemandangan di
jalan utama adalah salah satunya. Selain itu, jajaran gedung pencakar langit
bisa diamati dengan sangat jelas dari atas menara dengan 19 lantai tersebut. Cukup
ramai pula masjid ini, karena selain tempat ibadah umat muslim, halaman masjid
ini juga dijadikan sebagai tempat berjualan para pedagang, baik berjualan
makanan, baju, tas, dan lain sebagainya.
Puas menikmati keindahan
Bandung dari atas menara, saatnya untuk wisata kuliner. Banyak orang bilang,
Bandung memang terkenal untuk semua makanannya, karena mereka sangat kreatif
dalam mengolah bahan makanan. Dan aku akan membuktikan sendiri apakah hal itu
benar adanya. Dari batagor, siomay, surabi, lomie, es oyen, cimol,cilor, roti
bakar, hingga stik siap aku cicipi semua. Dan tentunya, perlu perut kosong dan
siap kantong terkuras.
Bang Bintang, yang memang
asli orang Bandung yang menjadi guide-ku kali ini memang sangat piawai dan
hafal benar dimana tempat-tempat makanan enak yang ada di Bandung. Dan aku
sangat bersyukur. Setidaknya tidak perlu ambil pusing untuk memilih makanan
enak.
Dengan harga yang relatif
mahal dibandingkan makanan yang serupa tapi imitasi yang ada di Pare, kita
tidak perlu kecewa. Karena harga akan sesuai dengan rasa. Info lagi, jikalau
mau wisata kuliner, datang aja ke Ciwalk, mall yang menyediakan berbagai macam
makanan khas Bandung. Tinggal memilih sesuai keinginan.
Saat memasuki mall
tersebut, pemandangan kota Kembang juga bisa dinikmati diatas fly over. Disamping
itu, jajaran resto-resto makanan yang menggugah selera dan membuat perut
langsung bernyanyi ria telah tersuguh didepan mata. Bingung harus memilih mana
yang harus dilahap petama. Mata kita tertuju pada satu kios berwarna hijau
bertuliskan ‘Cireng Isi’ yang menyediakan Cireng dengan berbagai macam isi. Dari
isi sosis, daging, ayam pedas, dan masih banyak lagi. Setelah potongan-potongan
cireng masuk ke dalam mulut, rasanya nikmat langsung terasa. Benar-benar
berbeda dan sangat-sangat enak.
Makanan ringan kedua yang
wajib dicicipi adalah batagor dan siomay Bandung. Apa bedanya dengan yang ada
di Pare?. Jawab bang Bintang, sangat-sangat berbeda. Harga memang jauh lebih
mahal dibanding di Pare, tapi jangan salah, saat mulut sudah mulai mengunyah
makanan, kenikmatan bakso, tahu, yang digoreng serta siomay berasa nendang di
mulut.
Puas mencicipi itu
semua?. Tentu saja belum. Hari masih sore tepat menunjukkan pukul lima ketika
selesai merasakan tiga makanan itu. Dan malam masih panjang untuk sekedar
jalan-jalan dan berwisata kuliner lagi. Perut masih penuh jika harus beradu
dengan makanan khas Bandung lainnya. Sholat Magrib dahulu, selanjutnya berjalan
di sepanjang kawasan Cihampelas, dan setelah itu kita memutuskan untuk bermain
bowling di daerah Dago. Pengalaman pertama bermain bowling, dan tidak terlalu
mengecewakan untuk hasilnya.
‘Kuliner lagi?’, ajak
bang Bintang setelah permainan bowling selesai, dengan dia sebagai pemenang. Hayuk
saja aku mah. Hehe. Berjalan lagi menyusuri kota Kembang malam hari, tidak
begitu dingin sedingin Pare dimalam hari. Mencari lokasi yang tepat sesuai
rekomendasi bang Bintang, dan berbeloklah kita berempat pada satu tempat yang
sangat unik. Feminim sekali resto ini, pikirku. Desainnya sangat imut dengan
banyaknya lukisan-lukisan bunga di dinding dan sangat nyaman sekali untuk
dijadikan tempat favorit nongkrong. ‘Giggle Box’, nama dari resto tersebut.
Makanan yang ditawarkan
sangat bervariasi. Dari main food hingga desert dan juga minumannya pun sangat
bermacam-macam. Memilih menu yang berbeda, motto kita sejak awal. Karena dengan
begitu, kita bisa merasakan berbagai macam jenis makanan. Keputusannya, kita
memesan satu spagetti, stik, fish and chicken, big beef, potatoz, dengan
minuman bervariasi yang nama aku lupa, karena aneh-aneh memang.
Soal harga, sesuai dengan
rasa lagi-lagi. Nikmat nya sangat terasa. Dan hari itu, kita sangat puas dengan
menyusuri jalanan kota kembang, dan mencicipi masih sebagian makanan khas
Bandung.
Perjalanan hari pertama
usai di tengah malam yang tidak terlalu mencekam. Dan perpisahan dengan bang Bintang
berakhir di atas angkot. Masih ada dua hari yang tersisa di Bandung.