Kota Kembang


Part 2

Hari kedua di Bandung, badan terasa pegal setelah bangun tidur. Sisa-sisa lelah di kereta dan perjalanan tiada henti di hari pertama. Tapi jalan-jalan masih harus berlanjut. Dengan menaiki angkot, lagi-lagi. Berbicara soal angkot di Bandung, ini sedikit berbeda dengan angkot yang berada di kota lain. Sering aku lihat, orang yang naik angkot rata-rata adalah ibu-ibu yang akan ke pasar, atau anak sekolah dengan seragam. Kebanyakan seperti itu.

Tapi di Bandung berbeda, naik angkot serasa penyegaran mata, khususnya untuk para lelaki. Buatku juga sih,hehe. Karena yang memilih angkot tidak hanya ibu-ibu atau anak sekolah, tapi kebanyakan mojang Bandung yang parasnya terkenal geulis-geulis. Jadi, tidak perlu khawatir dan bosan untuk memilih angkot disana. Mengenai tarif angkutan, sesuai dengan jarak nya. Tidak ada sistem jauh dekat sama tarif. Jadi masih ada tarif 500 ataupun 1000. Khusus angukutan kota, jumlahnya sangat banyak. Jadi, tidak perlu menunggu lama untuk menunggu angkutan umum.

Tujuan pada hari kedua, yang pertama adalah Mambo. Pusat makanan enak pula. Tempatnya tidak sebersih dan senyaman ‘Giggle Box’ yang sebelumnya kita kunjungi. Hanya saja, makanan yang dipendagangkan sangat menggugah selera. Lomie, salah satunya. Deskripsi untuk makanan ini, kuah mie yang biasanya encer, tidak berlaku pada lomie. Karena mungkin ada sedikit maizena sehingga kuahnya mengental dan rasanya sangat pas, dengan udang dan irisan daging ayam. Wajib dicoba.

Satu lagi, tujuan ketika berkunjung di kota kembang adalah Pasar Minggu di Gazibu, tepatnya di depan gedung sate persis. Gazibu yang lapangan, disulap menjadi pasar dengan berbagai macam dagangan. Sangat bergam, dari baju, sepatu, makanan, hingga barang pecah belah. Mulai dibuka jam 6 pagi, tempat ini menjadi tujuan utama para warga Bandung dikala libur hari Minggu.

Liburan di Bandung kali ini menjadi sangat berkesan bagiku. Sedikit mempelajari bahasa sunda yang susah-susah gampang adalah pelajaran tersendiri. Melihat sisi lain dari kota Bandung, dari makanan yang sangat membuat lidah selalu  ketagihan hingga para mojang Bandung yang sedap dipandang.

Jadi, perjalanan ke suatu tempat memang dibutuhkan sekali-sekali. Guna merefresh otak akan keruwetan aktifitas yang monoton. Dan mumpung masih muda, tidak ada salahnya untuk selalu memjelajah setiap lini dunia, guna menambah wawasan serta derajat seseorang. Let’s travel around the world.

Kota Kembang


Part 1

Beberapa hari yang melelahkan, untuk sebuah perjalanan yang lebih tepatnya disebut liburan. Sembari liburan, tujuan utama lain adalah silaturahim ke beberapa kerabat di moment lebaran kali ini. Kota kembang Bandung dan ibu kota Jakarta adalah tujuannya. Pergi hanya bersama kakak pertamaku, Isa, memebuat perjalanan kali terasa berbeda. Entah mengapa, aneh rasanya.

Tepat pukul 13.00 WIB hari Kamis 23 Agustus 2012, diperempatan Tulungredjo aku dan mas sudah berdiri mematung menunggu bis yang lewat menuju stasiun Kediri. Butuh sekian menit menunggu, tapi tak satu pun bis melintas. Dan akhirnya angkutan umum atau yang biasa disebut ‘len’ menjadi pilihan kita. Sekitar kurang lebih tiga puluh menit, aku sampai di stasiun Kediri.

Kereta ekonomi Kahuripan siap berangkat ketika aku sampai. Langsung menuju petugas untuk boarding pass, satu peraturan baru untuk semua penumpang kerera ekonomi, harus menunjukkan identitas baik KTP ataupun SIM yang sesuai dengan nama yang tertera di tiket. Tujuan pertama adalah Bandung, kota yang dikenal dengan makanannya yang sangat nikmat, dan juga mojang Bandung yang geulis dan kasep pisan.

Stasiun Kiara Condong, Bandung. Butuh tujuh belas jam untuk mencapainya. Sangat lama sekali. Karena kereta Kahuripan ini harus beberapa kali berhenti di banyak stasiun dari Jawa Timur hingga Jawa Barat. Dan selanjutnya wisata keliling Bandung siap dimulai.

Tidak perlu mencari penginapan untuk tiga hari keliling Bandung, karena telah direncanakan dari awal, aku dan mas akan menginap di salah satu rumah teman di daerah Cigadung, dan itu semua free of charge. Cuma perlu membawa oleh-oleh dari Kediri sebagai pemanis. Menghemat budget pula.

Hari setibanya di Bandung kebetulan adalah hari Jum’at. Setelah menunggu sholat Jum’at selesai, segera aku, mas, Manda (sang tuan rumah) bergegas menuju Braga city Walk dan berjumpa dengan bang Bintang (murid mas saat di Pare). Menyusuri sepanjang jalan Braga yang suasananya sangat mirip seperti jalan Malioboro di Jogja. Banyak bangunan kuno berjajar di jalanan tersebut, dan berderet-deret toko lukisan kuno yang sangat menakjubkan. Serasa merasakan suasana tempo dulu, dengan keadaan tersebut. Tidak salah jika jalan tersebut selalu ramai akan wisatawan lokal maupun asing.

Di ujung jalan Braga, terdapat bangunan tua yang disebut Gedung Merdeka. Lebih tepatnya adalah bangunan yang difungsikan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika. Memang, beberapa puluh tahun yang lalu para petinggi negara selalu mengadakan sebuah konferensi atau KAA di gedung ini. Banyak dipamerkan sejarah KAA dan juga gambar-gambar tentang situasi berlangsungnya KAA yang dipimpin oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno. Tempat yang wajib dikunjungi pula ketika bersinggah di kota Kembang ini.

Selanjutnya adalah masjid agung Jawa Barat, yang memiliki dua menara kembar. Tinggal berjalan sekitar 500 meter dari gedung Merdeka, sampailah pada tujuan. Dari atas menara, keindahan kota Bandung akan terlihat sangat elok. Kemacetan yang menjadi pemandangan di jalan utama adalah salah satunya. Selain itu, jajaran gedung pencakar langit bisa diamati dengan sangat jelas dari atas menara dengan 19 lantai tersebut. Cukup ramai pula masjid ini, karena selain tempat ibadah umat muslim, halaman masjid ini juga dijadikan sebagai tempat berjualan para pedagang, baik berjualan makanan, baju, tas, dan lain sebagainya.

Puas menikmati keindahan Bandung dari atas menara, saatnya untuk wisata kuliner. Banyak orang bilang, Bandung memang terkenal untuk semua makanannya, karena mereka sangat kreatif dalam mengolah bahan makanan. Dan aku akan membuktikan sendiri apakah hal itu benar adanya. Dari batagor, siomay, surabi, lomie, es oyen, cimol,cilor, roti bakar, hingga stik siap aku cicipi semua. Dan tentunya, perlu perut kosong dan siap kantong terkuras.

Bang Bintang, yang memang asli orang Bandung yang menjadi guide-ku kali ini memang sangat piawai dan hafal benar dimana tempat-tempat makanan enak yang ada di Bandung. Dan aku sangat bersyukur. Setidaknya tidak perlu ambil pusing untuk memilih makanan enak.

Dengan harga yang relatif mahal dibandingkan makanan yang serupa tapi imitasi yang ada di Pare, kita tidak perlu kecewa. Karena harga akan sesuai dengan rasa. Info lagi, jikalau mau wisata kuliner, datang aja ke Ciwalk, mall yang menyediakan berbagai macam makanan khas Bandung. Tinggal memilih sesuai keinginan.

Saat memasuki mall tersebut, pemandangan kota Kembang juga bisa dinikmati diatas fly over. Disamping itu, jajaran resto-resto makanan yang menggugah selera dan membuat perut langsung bernyanyi ria telah tersuguh didepan mata. Bingung harus memilih mana yang harus dilahap petama. Mata kita tertuju pada satu kios berwarna hijau bertuliskan ‘Cireng Isi’ yang menyediakan Cireng dengan berbagai macam isi. Dari isi sosis, daging, ayam pedas, dan masih banyak lagi. Setelah potongan-potongan cireng masuk ke dalam mulut, rasanya nikmat langsung terasa. Benar-benar berbeda dan sangat-sangat enak.

Makanan ringan kedua yang wajib dicicipi adalah batagor dan siomay Bandung. Apa bedanya dengan yang ada di Pare?. Jawab bang Bintang, sangat-sangat berbeda. Harga memang jauh lebih mahal dibanding di Pare, tapi jangan salah, saat mulut sudah mulai mengunyah makanan, kenikmatan bakso, tahu, yang digoreng serta siomay berasa nendang di mulut.

Puas mencicipi itu semua?. Tentu saja belum. Hari masih sore tepat menunjukkan pukul lima ketika selesai merasakan tiga makanan itu. Dan malam masih panjang untuk sekedar jalan-jalan dan berwisata kuliner lagi. Perut masih penuh jika harus beradu dengan makanan khas Bandung lainnya. Sholat Magrib dahulu, selanjutnya berjalan di sepanjang kawasan Cihampelas, dan setelah itu kita memutuskan untuk bermain bowling di daerah Dago. Pengalaman pertama bermain bowling, dan tidak terlalu mengecewakan untuk hasilnya.

‘Kuliner lagi?’, ajak bang Bintang setelah permainan bowling selesai, dengan dia sebagai pemenang. Hayuk saja aku mah. Hehe. Berjalan lagi menyusuri kota Kembang malam hari, tidak begitu dingin sedingin Pare dimalam hari. Mencari lokasi yang tepat sesuai rekomendasi bang Bintang, dan berbeloklah kita berempat pada satu tempat yang sangat unik. Feminim sekali resto ini, pikirku. Desainnya sangat imut dengan banyaknya lukisan-lukisan bunga di dinding dan sangat nyaman sekali untuk dijadikan tempat favorit nongkrong. ‘Giggle Box’, nama dari resto tersebut.

Makanan yang ditawarkan sangat bervariasi. Dari main food hingga desert dan juga minumannya pun sangat bermacam-macam. Memilih menu yang berbeda, motto kita sejak awal. Karena dengan begitu, kita bisa merasakan berbagai macam jenis makanan. Keputusannya, kita memesan satu spagetti, stik, fish and chicken, big beef, potatoz, dengan minuman bervariasi yang nama aku lupa, karena aneh-aneh memang.
Soal harga, sesuai dengan rasa lagi-lagi. Nikmat nya sangat terasa. Dan hari itu, kita sangat puas dengan menyusuri jalanan kota kembang, dan mencicipi masih sebagian makanan khas Bandung.

Perjalanan hari pertama usai di tengah malam yang tidak terlalu mencekam. Dan perpisahan dengan bang Bintang berakhir di atas angkot. Masih ada dua hari yang tersisa di Bandung.

Penyembuhan

Sang Ulat Penyelamat

Pernah merasakan takut akan sesuatu?. Mungkin itu pada benda, hal-hal yang mengerikan, menjijikkan atau lainnya?. Yups, nama lain dari ketakutan terhadap 'sesuatu' itu sering disebut Phobia. Aku mengalami masa-masa sulit karena sangat menghindari sesuatu yang dulu, bagiku sangat menjijikkan yaitu ulat. Mungkin bagi sebagian orang, ulat adalah hewan yang lucu atau mungkin bagi sebagian orang lagi, menganggap bahwa hewan satu ini tergolong hewan yang sangat menjijikkan.

Phobia, memang tidak semua orang mengalaminya. Namun, ketika sudah terjangkit akan susah dalam penyembuhannya. Butuh waktu atau mungkin terapi yang sering untuk menghilangkannya. Aku tidak mengerti, mengapa dulu aku sangat anti terhadap ulat. Mungkin salah satu alasannya karena dia memang sangat menggelikan. Terasa merinding di sekujur tubuh ketika melihatnya langsung, dan juga tiba-tiba merasa gatal-gatal pada kulit, meskipun hanya melihat pada jarak pandang yang cukup jauh, tiga meter lebih.

Sekitar beberapa bulan yang lalu, phobiaku terhadap hewan ini seakan sirna. Entah mengapa, setiap melihatnya tidak ada rasa jijik, tidak juga merasa merinding di sekujur tubuh, ataupun merasa gatal-gatal. Bisa dikatan aku berhasil menyembuhkan phobiaku. Aku bahagia, aku sukses.

Tau dengan apa aku menyembuhkan phobia anehku ini?.

Suatu hari, kakak pertamaku, yang kebetulan suka jeprat-jepret menunjukkan sebuah foto.Aku tidak tahu foto apa, dia bilang bagus pokoknya. Langsung aku melihatnya, bergidik aku dibuatnya. Sebuah foto ulat yang banyak, berjumlah sekitar sepuluh ekor yang berkumpul pada satu dahan pohon. Aku terus mengamati, detik berganti, menit bergulir, hingga sekian lama waktu, aku merasa terpesona olehnya. Sungguh sangat cantik dan memesona.

Dan sejak saat itu, aku selalu mengagumi hewan ini, bila dilihat dari sisi lain, banyak keistimewaan yang dimiliknya. Selain bentuknya yang lucu, gaya berjalan yang unik, dan warna yang kadang sedap dipandang. Good Bye Phobia.... Welcome Caterpillar...

Gadis Kecil, Tersenyumlah....

Sangat mengiris-iris hati, melihat seorang gadis kecil berpakaian lusuh berlarian kecil diantara kerumunan orang. Berlari bukan karena bermain-main dengan teman sebayanya, melainkan untuk menjajakan dagangannya, koran. Perasaanku seketika iba melihatnya. Kudatangi gadis kecil itu, dan dia berlari. Namun dia berbalik badan, menatapku lagi dan duduk di pojokan parkiran. Aku mendatanginya, lagi. Dan mulai bertanya kepada gadis kecil itu.

Risky, nama gadis kecil itu. Berwajah polos, rambut diikat berantakan, dengan pakaian seadaanya. Masih tergolong sangat dini untuk berjuang melawan kehidupan yang berat baginya, di Ibu kota Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Berjualan koran, yah itulah yang dia lakukan setiap harinya, sehabis magrib hingga petang menjelang. meskipun dia masih bersekolah di tingkat kelas satu Sekolah Dasar.

Aku ingin menangis dihadapannya, malu rasanya.Seakan tamparan keras yang mungkin tidak telihat oleh orang lain, menyaksikan gadis yang masih sangat dini, mempertahankan hidupnya, untuk membiayai sekolah bahkan mungkin untuk sekedar sesuap nasi.

Perasaan sesak memenuhi rongga dada, sangat ironi. Melihat situasi yang ada. Diantara banyaknya orang yang sedang membuang uang di pusat perbelanjaan, terdapat beberapa anak yang bekerja keras untuk kelangsungan hidup mereka. Aku hanya berharap untuk Risky khususnya, semangat untuk hidupmu ya deek....

Semoga Allah memberimu yang terbaik, dan kamu bisa terus melanjutkan sekolahmu. Maaf, aku tidak bisa membantu banyak kemarin, hanya dengan membeli koranmu. Dan semoga kita bisa berjumpa di lain waktu. Sabar dan Semangat buatmu ya dek Risky.....



Yang Selalu Berjuang

Yang Selalu Berjuang: Tidak ada lelah demi sesuap nasi untuk berbuka...


The Virgin Beach


Menjalani aktifitas di Bulan Ramadhan dengan menjalankan seluruh aturan-Nya adalah hal yang sangat berat tapi disukai oleh-Nya. Bukan diartikan, karena puasa, menahan segala nafsu,yang harus pula menahan diri dari makan dan minum, badan menjadi tak bergairah untuk beraktifitas apapun. Malahan, jika melakukan aktifitas seperti biasa, puasa akan menjadi lebih nikmat apalagi saat berbuka.

Bukan hanya berdiam diri dirumah. Itu lebih tepatnya. Dan bukan karena alasan puasa pula, kegiatan yang menjadi kesenangan baruku terlewatkan yaitu travelling. Entah mengapa, jika mendapat ajakan pergi ke suatu tempat, naluriku langsung meng-iyakan ajakan tersebut bagaimanapun caranya dan sesibuk apapun, harus sebisa mungkin aku beri waktu khusus untuk aktifitas satu ini.

‘Na,, aku sekarang mau ke Blitar, ayo melu’. Pesan singkat dari Betty, salah seorang sahabat lama yang untuk sementara mengajar di Pare. Dan dia berencana untuk pergi ke rumah salah seorang temanku juga di
Blitar tepatnya. Ku-reply smsnya, ‘Kmu dimana?’. Langsung muncul balasan di HP nokia ku. ‘Udah di stasiun Kediri, cepetan nyusul, jam 11 kereta berangkat. Ayo!!!’. Kulihat jam dinding yang berdetak pelan tapi pasti. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.40 , itu berarti dua puluh menit mereka, Betty dan Chimo akan berangkat.

‘Gendeng a bet? 20 menit ke kediri, ya udah kamu berangkat ae. Ati-ati’, balasku sedikit memicingkan mata karena ajakan dari Betty yang benar-benar tidak logis. Entah mengapa, ada perasaan mengganjal di hati.

Kenapa tidak mengajakku sedari kemarin?. Kan aku bisa meluangkan waktu yang memang free pada hari itu. Blitar, tidak seberapa jauh, pikirku. Aku segera mengirimkan pesan singkat ke Mr. Anas untuk ide ku yang sedikit gila, yang tiba-tiba muncul. ‘Anterin aku ke Blitar habis ini pak’. Kutunggu balasan beberapa saat, aku sangat berharap dia langsung meng-iyakan permintaanku. ‘Okey, sekarang?’. Waah...bahagianya, dia langsung mengabulkan permintaanku. ‘Ok, Sekarang’.
Langsung tancap gas di siang bolong. Dalam waktu tidak sampai dua jam, aku sampai dirumah temanku.

Tapi, apa mau dikata, mereka berdua malah pergi ‘nyalon’. Gubraak!!!. Kutunggu beberapa saat hingga mereka berdua datang dengan wajah sumringah layaknya baru mendapat rejeki nomplok gara-gara habis ‘nyalon’. Hanya geleng-geleng kepala melihat dua makhluk aneh didepanku.

Bukan itu intinya dalam perjalanan ku kali ini. Malamnya pun, dengan dua motor aku dan kedua temanku tancap gas ke salah satu pusat kota, tepatnya di cafe tempat tongkrongan remaja disana. Sempat merencanakan pula kegiatan esok harinya pada hari Minggu. Kita putuskan untuk pergi ke salah satu pantai di Blitar yang tergolong masih virgin dengan pasir putihnya. Gondo Mayit, adalah pantai perawan itu.

Tanpa mandi pagi, kita berempat plus pacar Chimo berangkat sekitar pukul 8. Hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari satu jam, kita sampai di lokasi. Dengan tiket hanya 3000 saja, hamparan pantai dengan perahu berjajar rapi di pinggirnya langsung terlihat jelas dan menjadi suguhan yang sangat memanjakan mata. Tapi itu masih penampakan awal, masih ada pantai yang lebih menakjubkan dibalik bukit. Yaitu sang perawan Gondo Mayit, yang namanya sedikit membuat bulu kuduk bergidik.

Untuk mencapainya, gunung kecil atau biasa disebut bukit, perlu kita daki sebelum tiba di tujuan. Ngos-ngos an ditengah jalan, dalam kondisi perut kosong dan tenggorokan kering karena puasa, tidak menghalangi kita semua untuk mencapainya. Sedikit mengeluh dua teman wanita ku ini, karena memang mereka tidak sering melakukan hal ini.

Dan tidak sia-sia usaha kita saat itu, karena memang gulungan ombak putih, beserta riak-riak nya langsung hadir tepat dipelupuk mata. Permukaan laut yang biru, dipadu dengan karang-karang disekeliling pantai sungguh sangat istimewa. Ditambah dengan awan putih dengan background biru nya langit menjadikan hari semakin cerah. Sangat tepat dijadikan objek fotografi.

Semakin menambah rasa syukur ku kepada sang pencipta yang membuat gulungan ombak begitu teraturnya, tinggi dan besar ketika ditengah dan surut ketika ditepian. Yang membuat deretan karang tersusun rapi meskipun terkena terpaan ombak setiap saat, yang menciptakan hiasan awan tepat ditengah birunya langit, dan yang menghidupkan ikan-ikan kecil yang berebut tempat disela-sela karang.

Dan perjalanan pada bulan yang mulia ini menjadikanku semakin mencintai ciptaan Tuhan yang sungguh-sungguh sempurna. Tinggal bagaimana cara kita saja untuk bersyukur atas semuanya. Sampai jumpa lagi Gondo Mayit, lain kali aku akan menjajakimu keperawananmu lagi.

-Foto menyusul-

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Hadna Muthia Izzati
Pare, Kediri, Indonesia
A trainer | A traveler | A dreamer| An Ordinary girl
Lihat profil lengkapku

Ordinary's Friends

Blog contents © Ordinary Little Girl 2010. Blogger Theme by NymFont.