Going To Europe?! When Will It Happen?


Tertulis dalam catatanku, planning yang satu ini termasuk dream-list ku yang ke-23. Memang, dari satu tahun yang lalu, aku berusaha membuat sebuat list-list mimpi. Dari situ, aku akan berusaha mewujudkannya satu persatu. Semua kutuliskan didalamnya, dari hal terkecil hingga impian besar ku dimasa mendatang. Karena aku yakin, sebuah harapan yang baik akan menjadi nyata jika didukung dengan hal yang positif pula. Berjuang, berusaha, disertai dengan do’a.

Adalah keliling Eropa, dream list ku pada poin ke-23. Entahlah, mengapa aku tuliskan pada jejeran teratas pada listku, dari sekitar 120 list, posisi itu menduduki yang ke 23. Mungkin hanya sebuah kebetulan saja, tapi tak apalah untuk sebuah mimpi yang tinggi. Mungkin Tuhan mendengar dan mengabulkannya.
Eropa (2017). Begitu goresanku. Bisa terhitung dari sekarang, lima tahun lagi aku akan pergi kesana. Hanyalan yang singkat pada waktu itu. Dan sebuah harapan tinggi yang semoga Tuhan menaruh iba pada hambaNya dan akhirnya mengabulkan do’anya. Mungkin hanya mimpi untuk saat ini.

Benua dengan beribu cerita, sejarah, dan tempat-tempat dimana kita bisa mengambil sebuah hikmah didalamnya. Banyak yang belum aku ketahui tentang benua dengan segala hedonisme dan hingar bingar masyarakatnya. Tentang kisah dari masing-masing negara, sejarah, ataupun penduduk yang minoritas disana. Aku hanya mencoba membaca sedikit demi sedikit tentang itu. Mungkin ini bisa menjadi bekal, meski masih terbatas.

Dari ibu kota Paris, yang dikenal dengan kota romantisme, London, Brussels, Cologne, Frankfrut, Stuggart, Munich, Leipzig, Prague, Wroclaw, Lods, Krakow, Lviv, Kiev, Vienna, Budapest, Zargeb, Chisinau, Dessa, Belgrade, Sarajevo, Sofia, Bucharest, Istanbul, Ankar, Eskisehir, Konya, Antalya, Izmir, Nome d’ Anthenes, Paleermo, Naples, Rome, Milan, Turin, Genoa, Marseille, Barcelona, Zaragoza, Madrid, Valencia, Algiers, Malaga, Sevilla, Lisa bon, Granada dan terakhir Cordoba. Itu adalah kota-kota yang berada di Eropa. Hanya beberapa saja yang sering kudengar, dan sebagian lainnya sangat asing di telingaku. Ingin mengunjungi semua tempat itu? Pastinya.

Baru kuketahui sebenarnya, bahwasannya peradaban Islam sangat berkembang di Eropa dimasa lalu. Dan itu baru saja kubaca dari buku yang kupinjam dari salah seorang teman lama. '99 Cahaya di Langit Eropa’, buku ini ditulis oleh Hanum Salsabila Rais, putri dari Amien Rais. Mengisahkan tentang kisah perjalannya menjelajahi Eropa selama kurun waktu tiga tahun dia disana.

Perjalanan bukan dalam arti melakukan suatu travelling yang biasa, tapi dari sini bisa kuambil hikmah bahwasannya melakukan suatu perjalanan bukanlah hanya mencari tempat-tempat bagus, dan menikmati keunikan dan keindahan dari suatu tempat. Ada hal lain yang sebenarnya bisa kita petik dari setiap perjalanan yang kita lakukan. Yakni dapat menbawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi, memperluas wawasan sekaligus memperdalam keimanan, dan itu yang terpenting.

Kata-kata itu kupetik dari ungkapan Hanum sendiri, hidup itu adalah perjalanan. Yang akan membuat seseorang itu tidak berada dalam kondisi stagnan. Melainkan membuat seseorang akan bertambah dari segi keilmuannya, dan agamanya. Dan lebih mendekatkan diri kepada pemilik semesta atas semua keagunganNya.

Semakin berhasrat untuk menjelajahi setiap lini dari bumi ini setelah membaca ungkapan dari salah seorang sahabat nabi, Ali bin Abi Thalib tentang suatu perjalanan. ‘ Wahai anakku! Dunia ini bagaikan samudra ciptaan-ciptaan Nya yang tenggelam. Maka jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikan ketakutan pada Allah sebagai kapal-kapal yang menyelamatkanmu. Kembangkanlah keimanan sebagai layarmu, logika sebagai pendayung kapalmu, ilmu pengetahuan sebagai nahkoda perjalananmu, dan kesabaran sebagai jangkar dalam setiap badai cobaan’.

Dan do’a ku selalu kupanjatkan kepada Mu Tuhan, agar nantinya semua list-list yang sekarang masih sebatas mimpi akan terkabul atas ijinMu.

Gara-Gara Flash Disk


Masih ingatkah anda saat  pertama kali mengenal benda multi fungsi yang bernama flash disk?. Saya masih. Waktu itu saya masih berada dalam masa Sekolah Menengah Pertama, kurang lebih sekitar tahun 2006, enam tahun yang lalu. Ketika itu, guru saya yang merangkap sebagai kepala sekolah mempresentasikan benda itu. Beliau mengeluarkan sesuatu ditengah-tengah pelajaran fisika dari dalam saku kemeja kotak-kotaknya. Membuka mulut dan memulai berbicara. ‘Taukah kalian benda apa ini?’. Kita,siswa ababil yang beranjak dewasa yang hanya berjumlah sebelas butir, terpana dengan mulut ternganga tanpa dosa.

‘Sebuah benda yang kalian semua pasti belum tau sebelumnya, benar?’. ‘Iya pak, benda apa itu?’, tanya kita serempak. Beliau mulai memamerkan didepan masing-masing wajah kita. Serasa melihat wahyu yang baru saja turun, ingin mengetahui gerangan apakah itu. Usut punya usut, beliau mulai menjelaskan secara rinci tentang fungsi, asal usul, dan apapun yang berkaitan dengan wahyu mengenai benda ajaib yang baru turun dari tangan seorang guru fisika.

Di jaman saya SMP dulu, teknologi belum maju sepesat sekarang. Tentang hal proses simpan-menyimpan file dan data penting lainnya hanya bisa disimpan dalam bentuk CD yang kapasitansnya tidak seberapa, atau kita harus menyimpan di dalam disket yang harganya hanya 1500 rupiah, itu untuk sekali pakai, dan tidak jarang virus-virus jahat mengancam, sungguh merepotkan.

Namun, setelah perkenalan dengan flash disk, hidup saya serasa berubah lebih mudah. Apalagi dalam hal simpan-menyimpan file, atau copy-paste data, itu sangat efektif. Dan hingga sekarang saya sudah menghabiskan empat flash disk karena kebanyakan dari mereka raib ditelan bumi. Huft, dan saya tidak menyesalkan hal itu. Karena memang setiap data yang saya simpan di flash disk pasti akan saya save juga di laptop.

Tapi, hal yang membuat saya tidak bisa tidur beberapa malam yang lalu adalah kehilangan flash disk pula. Bukan flash disk saya tepatnya. Karena saya harus meminjam untuk memindah beberapa data, dan saya berlaku sebagai tersangka kali ini. Ini berhubungan dengan hidup dan mati seorang teman. Saya meraibkan flash disk yang berisi hal yang sangat important bagi kelangsungan hidup teman saya, yaitu soft file dari skripsinya.

Sempat mengangis karena bodohnya saya karena sifat amnesia kambuh, atau mungkin sang flash disk telah dicintai orang lain dan masuk kedalam kotak pensilnya. Tidak tahulah, pusing saya memikirkan hal itu. Sudah berpuluh-puluh kali saya harus bertanya kepada ‘orang pintar’ yang kebetulan saya kenal beberapa. Tapi, jawaban mereka selalu tidak pasti, karena benda itu sering berpindah tangan lah, atau apalah. Dan yang lebih parah lagi, kata teman saya, sang flash disk telah dibawa seseorang pulang ke kampung halamannya.

Tidaaaaaaaak!!!!!. Saya ingin menjerit sekencang-kencangnya mendengar kenyatanyaan ini. Bagaimana pertanggung jawaban saya?. Sangatlah tidak mungkin saya membuatkan file skripsi baru untuk teman saya. Apakah saya mampu?.

‘Sarkem Ala Embong Anyar’


Beberapa hari yang lalu, sahabat dekatku yang sedang menuntut ilmu di salah perguruan tinggi di Malang, datang untuk mengunjungiku di Pare. Rencana awal dia menginap di tempat ku, namun karena ada ‘sesuatu’, akhirnya dia harus berteduh di camp temanku yang lain. Memang, plus minus delapan bulan kita tidak bertatap muka. Dimulai dari akhir lebaran tahun lalu dan baru saja bertemu sekitar lima hari yang lalu.

Setelah kurang lebih dua malam dia bersinggah di kota tunggu yang besar ini, akhirnya kita memutuskan untuk keluar bersama menikmati hawa malam Pare yang khas, dingin dan menusuk. Aku menjemputnya di salah satu lembaga kursusan tempat dia berada saat itu, sekitar pukul sembilan malam lebih. Harus menunggu nya berganti pakaian beberapa saat, hingga akhirnya aku dan dua temanku memutuskan untuk berkeliling Pare dengan bonceng rangkap tiga. Tidak masalah, sudah malam, pikirku. Dan aku rasa, polisi sudah tidak ada yang bersiaga dalam lindungan malam berhawa dua puluh lima derajat.

Aku menjadi sopir mereka berdua, karena memang posisinya aku sebagai tuan rumah. Menjadi tuan rumah yang baik, bijaksana, dan tidak sombong dengan mengajak tamu keluar atau setidaknya melayani mereka. Mengajak mereka berputar-putar disepanjang kota yang bisa dikatakan, kota simple but perfect. Aku melewati sepanjang jalan raya, alun-alun, berbelok kanan dan hingga mencapai Jl. Jaya Wijaya. Tau nggak?. Jalan itu biasa disebut ‘Embong Anyar’ oleh masyarakat setempat, yang artinya adalah jalan baru. Jalan ini tidak bisa dikatakan baru sebenarnya, karena memang pembangunan jalannya sudah sejak beberapa tahun yang lalu.

Mungkin karena sejarah-lah yang membuat nama jalan ini disebut ‘Embong Anyar’.  Jalan ini bisa dikategorikan seperti Gang Doli yang ada di Surabaya ataupun Sarkem yang ada di Jogja. Yups, tepat sekali, jalan ini memang tempat untuk prostitusi illegal di daerah Pare. Berbeda dengan gang Doli ataupun Sarkem yang memang sudah terkenal seantero negeri, Embong Anyar hanya sebatas tempat prostitusi untuk kalangan ekonomi kelas bawah. Bagaimana dengan para pelanggan yang mampir?. Bisa ditebak, para pengguna jasa pelacur hanyalah tukang becak ataupun pekerja kelas bawah lainnya.

Sempat melihat seorang pelacur ‘bencong’ sedang berdiri menunggu pelanggan yang mau menyewanya seharga lima ribu rupiah atau mungkin kurang dari angka itu, saat aku mengarahkan setir motor ke jalan itu. Berpakaian gaun putih yang sudah lusuh, dengan membawa tas jinjing,memakai rambut palsu yang sudah kumal pula, dan berdandan ala kadarnya denga bedak warna kontras dengan permukaan wajahnya, yang membuat wajah orang itu sedikit menakutkan.

Sudah sekitar pukul sepuluh malam lebih, ketika kita bertiga melewati jalan itu. Kita terpana menyaksikan
seorang pelacur yang sabar menunggu para konsumen bertangan kasar yang bersedia berhenti untuknya. 
Dengan gelapnya malam dan sunyinya malam, kita hanya berpikir apakah ada orang malam itu yang mau bersenggama dengannya. Perasaan iba tiba-tiba hinggap di dalam hati dan pikiran kita masing-masing. Sungguh berat hidup pelacur itu. Dan rasa syukurlah akhirnya yang muncul pada akhir perjalanan kita hingga tiba di Garuda Park untuk sekedar berbincang, meneguk segelas kopi disertai jagung bakar.

Berhenti Disini


Awalnya, saya hanya ingin berjuang untuk hidup saya. Dengan cara saya sendiri, tanpa harus ada orang lain yang  saya repotkan atau lebih tepatnya terganggu akan keberadaan saya. Mungkin itu berlebihan, tapi tidak saya kira. Apa salahnya berjuang untuk diri sendiri dalam hidup jika kita bisa melakukannya, dan saya kira semua orang patut melakukannya tanpa perkecualian.

Menjadi yang terbaik diantara yang baik, salah satu jembatan dalam perjalan demi meraih yang diimpikan. Banyak hambatan dan rintangan, pasti. Karena dengan adanya hal semacam itu, akan menjadi bumbu-bumbu yang semakin mempersedap dan mempernikmat hasil nantinya. Memang teorinya demikian, kesuksesan akan dicapai karena adanya usaha yang keras dari masing-masing individu. Dan dalam pencapaian sebuah titik yang bernama kesuksesan, akan muncul berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kerikil yang akan menghadang.

Mungkin dalam proses saya sekarang ini, dalam pencapaian sebuah titik, sebuah usaha dan niat yang kuat akan membuat semua akan terasa mudah. Meski kadang rasa jenuh dan lemahnya semangat menjangkit diri secara dan tiba-tiba, karena itu salah satu kerikilnya. Tidak adanya seseorang yang memberikan petuah ataupun kata-kata yang menenangkan akan memudahkan pikiran lelah cepat menjangkit. Dan saya mengalaminya, benar-benar masa yang sangat sukar.

Perlu pijakan yang sangat kuat dalam meniti proses yang panjang ini. Jenuh,bosan, lelah, dan semuanya bercampur, menjadi ramuan yang sangat pait untuk dinikmati. Ingin berhenti meski harus tetap berjalan. Ingin menyudahi meski masih sanggup untuk berdiri. Ingin berucap meski semuanya tercekat. Dan ingin mati untuk saat ini.

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Hadna Muthia Izzati
Pare, Kediri, Indonesia
A trainer | A traveler | A dreamer| An Ordinary girl
Lihat profil lengkapku

Ordinary's Friends

Blog contents © Ordinary Little Girl 2010. Blogger Theme by NymFont.