‘Abstrak’


Sosok figuran dalam sebuah episode kehidupan, kadang menjadi bagian penting yang tidak dapat terpisahkan dari kisah tokoh utama. Menjadi sosok yang paling tahu, itu bisa jadi. Atau berperan sebagai orang yang selalu ada setiap saat untuk sang tokoh utama. Dan saya kira, figuran adalah sebutan yang tepat untuk posisiku kali ini.

Tidak bermaksud ikut campur atau malah terlibat dalam masalah tokoh utama yang bisa saya sebut dengan teman dekat sendiri. Hanya saja, sangat tidak pas kalau saja saya berdiam diri untuk hal ini. Sesuatu yang sering disebut dengan hal ‘abstrak’ adalah penyebab utamanya. Lagi lagi, hal ‘abstrak’ itu menjadi suatu masalah yang sungguh complex dan complicated.

Saya selalu yakin, semua problema kehidupan, semua yang bisa dikerjakan dengan kepala dingin, semua yang bisa diusahakan dengan tenaga  dan dengan ketenangan serta kesabaran pasti akan menciptakan sebuah hasil yang maksimal. Menyederhakan hal yang complex, hematnya seperti itu.

Tapi saya rasa, tidak untuk hal ‘abstrak’ ini. Tidak terlihat dan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang terjangkit olehnya. Jadi, tidak jarang problema tentang hal itu tidak dapat terselesaikan dengan hanya menggunakan logika, bahkan berakhir dengan sebuah ‘pesakitan’. Saya tidak mengalaminya, tapi setidaknya saya bisa merasakan sebuah ‘pesakitan’ karena sebuah penghianatan dari kisah tokoh utamanya.

Memicingkan mata berkali-kali, menarik urat alis sehingga membuat mereka hampir berdempetan, dan mulut menganga lebar karena mendengar kisah hidup seorang teman tentang hal ‘abstrak’ yang hadir mewarnai hari-harinya. Betapa tidak, penghianatan dari pihak kedua kerap terjadi, entah sudah berapa kali itu terjadi. Padahal, dia selalu menganggap bahwa dia selalu bersikap maksimal kepada wanitanya.

Memberi perhatian secara maksimal, menghubunginya sering-sering, menanyakan kabar setiap saat, hingga memberi ucapan-ucapan mesra sebagai obat tidur terindah sebelum bermimpi. Dia melakukan dengan sepenuhnya, bukan setengah-setengah dalam usianya yang hampir menyentuh kepala tiga. Dia serius untuk hal semacam itu, tapi pesakitan masih saja terjadi.

Saya tidak tahu penyebabnya, hingga kegagalan berulang kali mampir. Tapi yang saya tidak habis pikir, selalu saja dia relakan wanitanya untuk orang lain. Dia hanya menyadari bahwa mungkin dia tidak terlalu baik, dan ada saja yang kurang dalam dirinya, sehingga dia merasa wanitanya memilih orang lain karena berbagai kekurangannya.

Usaha, pasti sudah dia lakukan. Perbaikan dalam hubungannya, teori apapun mungkin sudah diterapkan. Tapi, begitulah jalannya. Saya hanya bisa berkata untuk kamu, ‘Rasa cintamu melumpuhkan segalanya. Yang kamu tahu, hanya kebahagiaan untuk wanitamu, hingga kamu sendiri lupa rasa bahagia untuk dirimu. Kebahagiaan asli dalam dirimu sudah tertutup dengan hal lain yang membuatmu bahagia. Semoga saja kamu bahagia melihat wanitamu tetap bahagia, dalam pesakitanmu’. Maaf, saya hanya seorang figuran, tanpa bermaksud ikut campur dalam problema hidupmu.

Special Gift


Seratus dua puluh menit, terhitung dari sekarang, hari esok akan tiba. Aku merasa esok haruslah menjadi hari yang mengesankan, dan tak terlupakan. Menapaki hari dengan angka baru berkepala dua. Bila dapat kupaparkan, detik detik penantian ini adalah saat-saat yang mendebarkan. Akan terjadi apa esok, aku masih bertanya-tanya.

Pencapaian, semua orang memiliki itu. Dan aku adalah salah satu diantaranya yang ingin mencapai mimpi dan angan. Berawal dari hal terkecil hari ini, itu akan menjadi sangat berpengaruh nanti. Sebuah keinginan yang sudah kucanangkan beberapa saat yang lalu, menjadi awal titik untuk menggenggam semua mimpi-mimpi yang mengantri untuk sesegera mungkin diwujudkan.

Hari ini, aku telah menyelesaikan berbagai halangan untuk mencapai anganku mengawali dua puluh tahunku. I did it!. Kupersembahkan kado special ini untuk diriku. Aku berhasil mendaki puncak gunung, meskipun hanya sekelas gunung Kelud di Kabupaten Kediri. Yang pada beberapa saat yang lalu, aku bermimpi untuk memberi hadiah istimewa untuk diriku sendiri dengan mendaki Mahameru. Tapi, kemungkinan itu sangat kecil ditengah aktifitas yang sudah tertata rapi.

Ide gila, yah ide ini tiba-tiba muncul disaat setelah perkuliahan siang tadi usai. Masih menunjukkan pukul dua siang, dan aku teringat akan hadiah yang ingin kupersembahkan di awal usia kepala duaku. Huft, kalau dipikir semakin menua saja. Segera kuajak teman lamaku, Anas, untuk segera cabut.

Tak kusangka, baru lima menit perjalanan, rintik hujan berjatuhan. Aah, tidak mungkin... ‘Jangan hujan Ya Allah, aku mau naik gunung’. Tapi, memang sudah jatah turun hujan, dan tidak bisa terelakkan lagi, berbasah-basahan dibawah langit yang menghitam. Hingga butuh satu jam lebih mengendarai motor untuk mencapai lokasi.

Aku lupa memakai jaket. Dan gila saja, angin sangat tidak bersahabat ditengah derasnya hujan, sangat-sangat kencang. Kedinginan, kelaparan, dan keinginan untuk mencapai puncak bercampur menjadi satu. Gila, aku akui itu. Sakit bisa kapan saja menyerang dengan kondisi ku yang tidak berpakaian memadai untuk penghalau dingin dan hujan. Biarlah, aku masih sehat.

Kata teman camp ku, ‘Memang edan orang satu ini, nekat!’.

Kutunggu beberapa saat hingga hujan sedikit mereda ditempat berteduh yang berjajar disekitar area parkir. Pemandangan gunung di tengah hujan kali ini berbeda dari pada biasanya, ketika aku datang saat cuaca cerah. Terasa semakin mencekam dan menakjubkan. Dan waktunya tiba, hujan sedikit  bersahabat dan aku bersama Anas langsung menapaki ratusan anak tangga menuju puncak.

Bbrr, bisa mati kedinginan dengan kondisi angin semakin kencang dan hujan yang tidak segera berhenti. Tapi keadaan itu tidak terasa begitu berat karena terkalahkan oleh semangat untuk sampai puncak sesegera mungkin, karena waktu semakin malam pula. Mp3 ungu kunyalakan, dan hanya cukup dengan lima lagu saja aku sudah mencapai puncak. Aku berteriak, ‘Finally, I did it!’.

Akhirnya, aku persembahkan hadiah puncak ini. Aku harap ini hanyalah awal dari mimpi-mimpi yang menunggu. Dan aku sangat bersyukur masih diberi kekuatan untuk melihat keagungan Tuhan. Selain setengah lingkaran penuh pelangi yang membentang, senja kala itu sangat memanjakan. Semoga kenikamatanMu tidak berhenti sampai disini Tuhan. Thanks a lot God. Berkahi aku Tuhan, Amin.

Rumah Sejuta Asa


Bersenandung bersama melewati malam, dan pada akhirnya semua mulai terpejam. Tinggal sisa-sisa nafas yang kudengar dari dengkuran lembut para wanita ini. Mereka terlihat lelah, dalam malam yang menjaganya.
Haah, inilah keluargaku. Keluarga baru yang kukenal di rumah sejuta asa ini. Kusebut saja demikian, kedengarannya bagus. Dan aku rasa, memang benar adanya kalau gubuk berlantai dua ini adalah cikal bakal munculnya berjuta mimpi dari penghuninya.

Disinilah aku, terdampar namun merasa beruntung. Berada didalam sebuah rumah yang artistik, bergaya kuno tapi sangat nyaman. Gemericik air kolam di sudut halaman depan menambah suasana menjadi damai, serta bunyi gantungan bambu yang tertiup angin sawah sepoi-sepoi membuat pikiran penat menjadi rileks. Sang penghuni pastilah sangat suka ketenangan.

Hampir tidak pernah kudengar teriakan-teriakan memaki, marah, apalagi emosi dari sang pemilik rumah sejuta asa ini. Yang kutahu, beliau begitu sabar dalam bersikap, bijak dalam bertindak, dan menginsipirasi di setiap berucap. Begitulah sesosok bapak baruku, membimbing ‘anak-anak’ didiknya, dengan penuh cinta, meski kita tergolong orang lain baginya.

Rumah sejuta asa ini, hanyalah tempat, yang menampung beberapa remaja dari pelbagai pelosok negeri. Lampung, Pontianak, Jambi, Jakarta, Jepara, Kediri, Kalimantan, hingga Sulawesi. Bhineka tunggal ika, kita merasa sama disini. Sama rasa, sama keyakinan, dan sama-sama mempunyai mimpi untuk siap diraih. Dari sini, aku percaya, mimpi akan kita genggam suatu masa nanti, diselingi tawa canda bersama, senda gurau yang mengesankan, sampai cerita duka lara, terus berbagi dan saling mengisi.

Awal dari semuanya, disini, semua mempunyai mimpi. Bersama mencapai asa. Mengenal macam-macam karakter manusia, kadang lucu, menjengkelkan, hingga mengesankan. Paket lengkap rasanya kalau berbicara soal komposisi disini. Namun, kata-kata yang kurangkai mungkin tidak seindah kenyataan yang ada. Sangat hangat berada ditengah keluarga baru, yang hanya kukenal masih sekitar satu bulan.

Harapan dan rapalan do’a kututurkan kepada Tuhan disetiap selesai jamaah bersama, ‘Mudahkan kita, agar semakin maju dan terus berkembang. Aku yakin kita bisa, meskipun memulai dari titik nol. Maaf kalau kadang aku masih setengah-setengah disini, tapi aku sangat percaya mimpi tertinggi itu pasti akan datang, disaat waktu yang tepat.’

-October Wish-

Lanjutkan Saja


Catatan ini, memang tidak pernah usai. Mengisahkan lika liku panjangnya perjalan hingga nanti berakhir pada ujungya. Aku tidak tahu apa yang ingin kugoreskan di dalam malam yang terasa sepi didalam keramaian tempat tinggalku ini. Lagi-lagi rasa ini menyerang, sepi dan sendiri aku benci. Meskipun ditengah-tengah  celoteh para wanita yang saling bercerita tentang kisah cinta mereka. Aah, ingin segera kupasang earphone dan kuputar lagu sekencang-kencangnya dari notebook ungu mudaku. Muak sudah mendengar celoteh perempuan-perempuan yang tidak tahu dimana akhirnya. Dan lagi-lagi, lagu ‘owlcity’ tetap menjadi playlist utama ku didalam setiap sepiku. Setidaknya lagu-lagunya bisa membuat kuping yang panas karena gumaman para wanita disekitarku menjadi lebih baik. Sudah tidak terdengar lagi apa saja yang mereka katakan, tapi bisa kupastikan mereka masih berbicara seputar para kekasih hati mereka. Shit, apa-apaan ini. Ingin ku-stop saja apa yang mereka obrolkan, karena  semaki n lama semakin tidak ada ujungnya. Tapi, apa hakku melarang mereka berbicara?. Yah, aku yang harus mengalah. Tidak ikut campur dalam perbincangan mereka, dan menyetel lagu semakin keras lagi. Itu lebih baik. Namun, ada hal yang aneh, kenapa aku harus muak dengan cerita mereka?. Entah, aku juga tidak tahu, tidak ada yang salah dalam perbincangan kawan-kawanku. Atau aku yang salah?. Merasa asing ditengah celoteh mereka, mungkin demikian. Tapi biarlah, aku menghindar saja. Setidaknya aku tidak perlu menjawab pertanyaan interogasi dari mereka ketika aku ikut didalamnya, itu lebih baik menurutku. Kalau begitu, teruskan saja celotehmu kawan, meski kau semua tidak mengerti apa yang temanmu satu ini pendam, dan rasakan.

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Hadna Muthia Izzati
Pare, Kediri, Indonesia
A trainer | A traveler | A dreamer| An Ordinary girl
Lihat profil lengkapku

Ordinary's Friends

Blog contents © Ordinary Little Girl 2010. Blogger Theme by NymFont.