SANTAI AJA!!!

Apakah aku salah mempunyai sikap seperti ini?. Kata orang-orang, hidupku terlalu santai, terlalu tidak mempunyai beban, dan tidak banyak memikirkan suatu masalah. Heh!. Apa hak kalian menegurku ketika aku bersikap seperti ini?. Apa kalian iri, karena kalian terlalu pusing memikirkan masalah yang ruwet. Apakah kalian stress juga melihatku tanpa beban hidup?. Kenapa kalian terlalu pusing akan hal itu?.

Santai saja bung!. Kenapa harus pusing dan ribet to?. Ketika masalah bisa diatasi dengan pikiran yang tenang dan dengan santai tapi tetap bertanggung jawab, kenapa harus stress?. Intinya, semua masalah itu bisa diatasi. Tergantung bagaimana cara kita saja dalam menghadapi masalah tersebut. Dengan tetap tenang dan santai, pasti suatu persoalan akan lebih cepat teratasi daripada terus-terusan stress tanpa bertindak dan terus mengeluh.

Kita punya problem yang sama bung!. Menghadapi 350 siswa yang jumlahnya tidak sedikit, dan mereka dalam masa puber pastinya. Kita semua sama, hampir 24 jam berjumpa dengan mereka dengan segala tingkah polah anak kota yang luar biasa. Pusing, pasti. Banyak terjadi masalah, itu juga jelas. Tidak banyak berbeda masalah yang kita hadapi. Tapi, kenapa kalian terlihat lebih pusing dan stress, hingga selalu protes padaku yang terlihat ceria tanpa beban.

Aku hanya ingin kalian juga tersenyum sebenarnya. Sama seperti saya, hehe. Enek banget ngeliat wajah-wajah yang kusut setelah bertugas. Apa susahnya tersenyum?. Kalian semua lebih tua dari aku, dan aku harap kalian bisa jadi contoh bagi yang lebih muda dalam bertindak. Biarlah kalian sebut aku masih berjiwa remaja dan berwajah imut, tapi dengan itu, kalian bisa tersenyum kan dengan melihat wajah dan senyumku?.

Semangat ya bapak-bapak, ibu-ibu. Ini adalah sebuah latihan dan pembelajaran hidup dalam menghadapi sebuah problem untuk mematangkan diri kita. Ayo kita berusaha untuk tetap tersenyum, meskipun melihat anak-anak yang menjengkelkan hati. Namanya juga anak-anak… Santai saja bung!!!

Sebuah Cerita

Kubuka loker paling ujung dari semua loker yang ada di ruangan itu guna mengambil beberapa materi. Duduk bersila dan membacanya sekilas. Kulihat pintu disebelah utara aku duduk, tampak seseorang yang sepertinya akan membawa sebuah berita. Dia melihat kearahku, dan aku pun sama, menatapnya pula. Tampak sesungging senyum yang dipersembahkan untukku. Aku tahu maksutnya, dia pasti sedang bahagia, pikirku.

Tak lama kemudian, dia sudah duduk berhadapan denganku. Bersila dan siap meluncurkan rentetan kata-kata atas semua peristiwa yang baru saja terjadi pada dirinya. Dia seorang wanita, berperawakan sedang, hampir sama dengan tinggi badanku. Sebenarnya, baru beberapa bulan saja kita bertemu, tapi keakraban sudah terjalin diantara kita. Dia selalu bercerita tentang dirinya dan apapun yang terjadi padanya. Tapi maaf, aku cukup menjadi seorang pendengar yang baik saja untuk dia, karena masalahku tidak untuk dipublikasikan, meskipun dengan orang yang dekat denganku sekalipun.

‘Gimana?’, tanyaku mengawali perbincangan sore itu. Dia hanya tersenyum awalnya, dibuat bingung aku jadinya. Lalu kemudian, dia mulai bertutur kata tentang semua peristiwa yang baru saja terjadi padanya. Dia, seorang perempuan yang sungguh mempunyai nyali yang besar, aku akui. Berani jujur mengungkapkan semua yang dia rasakan pada lawan jenisnya. Bukan hal yang biasa, namun sungguh luar biasa bagiku. 

Memang sekarang tidak ada ketentuan bahwa seorang laki-laki harus mengungkapkan lebih dahulu sebuah kenyataan, yang menyangkut tentang perasaan. Tapi dalam kamusku, tidak ada ungkapan itu. Harus mengungkapkan lebih dahulu sebuah rasa kepada seorang pria adalah sebuah tindakan yang berat bagiku.

Percakapan singkat antara aku dan dia di depan deretan loker abu-abu tua, menjadi sebuah percakapan yang menyisakan kekagumanku atas keberaniannya. Dia utarakan semua yang ada dalam lubuk hatinya, nyata di depan sang pria. Meskipun dengan tergagap, dan tidak lancar dalam berucap, akhirnya dia berhasil menyampaikan semuanya. Sukses, dan tanpa hambatan!. Tinggal menunggu detik-detik yang mendebarkan menunggu sebuah jawaban yang akan terasa manis ataupun pahit.

Sang pria pun sudah menduga sebelumnya, bahwa sang wanita akan mengungkapkan semuanya. Sang pria telah mendapatkan sinyal-sinyal yang berbeda dari sang wanita sebelumnya, hampir selama dua minggu lebih. Aku mendengarkan semua kata-kata yang keluar dari mulut sang wanita dengan seksama. Dan penasaran akan keputusan yang disampaikan oleh sang pria kepadanya. Dia berhenti, menghela nafasnya. Melihatku dengan senyuman yang berbeda. Aku tidak mengerti apa maksutnya. Apakah senyum bahagia atau senyum luka?. Hanya diam, dan siap menjadi tempat menampung semua cerita, ketika ada orang butuh untuk mengungkapakan semua kisahnya.

‘Dia nggak bilang nggak, Na’, itu ucapan yang dia katakan setelah diamnya beberapa saat. Aku tersenyum dan ingin pula merasakan apa yang dia rasakan, betapa bahagianya. Kujabat tangannya mengucapkan selamat atas keberaniannya. Tapi, dia malah heran atas sikapku.

‘Tapi dia juga nggak bilang iya, Naa’. Ucapan terakhirnya membuatku kembali ternganga, diam beberapa saat. Jadi apa maksutnya??. Kenyataan yang ternyata tidak cukup membahagiakan. Tapi, malah sebuah senyuman tersungging dibibirnya. Dia hanya berkata, memang itu mungkin yang terbaik dan dia tidak akan menyesal telah mengatakan semua isi hatinya kepada sang pujaan hati. Keputusan terakhir, bukan menjadi masalah buatnya. Karena sebuah silaturrahmi masih akan tetap terjalin meskipun saat itu pula, kenyataan pahit baru saja dia alami.

Satu hal dari curhatan temanku itu yang akan aku jadikan pelajaran, yaitu tidak pernah ada ruginya mengungkapkan apa yang ada benak kita, selama itu masih wajar. Semua itu akan menjadi proses yang indah, membuat perasaan lebih tenang, dan menjadikan sebuah rangkaian cerita yang menarik.

Lovely Elder Siesta

Saat ini, aku ingin berbicara tentang salah seorang anak manusia yang cukup aku kenal dan cukup aku sayangi dalam hidupku. Mungkin dia juga sama, menyayangiku pula, tapi tidak diperlihatkan saja olehnya. Karena malu, atau gengsi mungkin. He. Padahal kita begitu dekat, sedekat jantung dan hati, kenapa harus malu dan gengsi? Semestinya kan tidak begitu. Saling memberi semangat dan dukungan tanpa ada rasa yang menghalangi, itulah seharusnya.

Sebut saja namanya Zidny Ilma. The only sister that I have. Aku ingin menulis semuanya, apapun yang aku tahu tentang dia. Meskipun tidak semua aku ketahui dengan sempurna. Karena yang aku tahu, tidak pernah sekalipun dia menceritakan apa yang terjadi dalam hidupnya dalam tulisan. Tidak sekalipun. Tidak ada diary, dan tidak ada ada selembar kertas pun yang dia gunakan untuk menggambarkan kisah hidupnya. Hanya bercerita yang menurut dia perlu dia ceritakan, seperlunya saja. Atau mugkin dia simpan sendiri dalam hatinya, bila ada ‘sesuatu’ yang tidak perlu untuk orang lain ketahui.

Di tempat yang sekarang pun, di kamar kosnya yang berukuran 2x2 meter, di kota pahlawan Surabaya, tidak kujumpai sebuah buku tulis atau selembar kertas kosong pun, untuk sekedar coret-coret atau menuliska ide yang mungkin tiba-tiba muncul. Memang manusia yang tahan akan kesendirian. Kesendirian dalam arti lain. Dalam hal berbagi kisah yang cukup secret ataupun berbagi kasih untuk yang dia sayang.

Disini pula, aku akan menceritakan bagaimana kisah kasih hidupnya yang cukup unik, berbeda dari yang lain. Begini kisahnya…

Dilahirkan di kota kecil yang damai, Pare, tanggal 16 Februari 1989 oleh sang ibunda Sholihatin. Tulisan ini aku buat di hari keempat setelah ulang tahunnya yang ke 23. Terasingakan di kota orang, di hari yang seharusnya dia bisa merasakan kebahagiaan bersama semua keluarga. Dalam kesepian pula, tanpa ada teman yang tahu mungkin, tentang hari istimewanya itu. Saat itu, aku mengucapkan selamat ulang tahun untuknya hanya lewat pesan singkat saja. Betapa herannya, dia malah berkata bahwa dia lupa akan hari lahirnya itu. Hanya mengingatkan saja sebenarnya, bahwa jatah hidupnya berkurang sudah hari itu.

Dalam angan-anganku, sebenarnya aku sangat ingin membawakan kado yang benar-benar  istimewa buat dia. Tapi aku ragu, jika aku memberikan ‘sesuatu’ yang sebenarnya indah itu, apakah dia akan menerima dengan senang hati atau bahkan akan menolak mentah-mentah. Adalah ‘seorang pasangan buat dia’, yang sebenarnya ingin aku persembahankan. Tapi sepertinya tidak semudah yang aku bayangkan.

Berbicara tentang pasangan hidup, yang ku tahu, tak seorang pria pun singgah dalam hatinya. Mungkin juga ada, tapi dia simpan dalam-dalam dalam lubuk hatinya. Meskipun banyak sekali lelaki yang berusaha mendapatkan kasihnya, tapi tidak satupun yang ia terima menjadi kekasih hati kakak perempuanku ini. Dari sejak sekolah menengah pertama hingga saat ini, diusinya yang mencapai 23, sudah cukup banyak teman ataupun orang lain yang tidak ia kenal, atau saudara jauh, ingin menjadi pasangan hidupnya. Tapi, satu hal yang terjadi, sebuah kenyataan yang kurang enak untuk dijelaskan. Padahal, tak sedikit pula yang mengutarakan sebuah pernyataan didepan orang tua. Tetap saja, sia-sia.

Kriteria yang terlalu tinggi atau ‘sesuatu’ yang menjadi pertimbangan dalam hal ini, aku tidak tahu. Yang pasti, dia menginginkan yang terbaik dalam hidupnya, akupun juga. Dari berbagai ceritanya, bisa kusimpulkan mengenai masalah pasangan hidupnya. Bahwa selama ini, pria yang dekat dengannya atau yang menaruh perhatian lebih kepadanya, tak satupun dari mereka yang mengerti apa yang kakakku ini inginkan. Tidak sejalan dan satu pemahaman, begitu hematnya.

Susah memang, untuk mencari seseorang yang mempunyai pemikiran yang sejalan atau yang sama dalam pandangan hidup, karena yang aku tahu, perbedaan akan membuat hidup akan menjadi lebih berwarna dan indah. Begitu juga dengan pasangan.

Saranku, belajarlah untuk mencintai. Ketika kamu dicintai seseorang, cobalah untuk belajar memahami dan mengerti apa yang dia rasakan. Karena tidak akan pernah sia-sia dalam sebuah pembelajaran. Tapi, jangan pernah kamu jatuh cinta, karena bagaimanapun, jatuh itu pasti akan sakit.

Dari kiri, Mbak Zidny, saya, dan Mas Bahar :)

Cuma tulisan singkat yang kupersembahkan buat kamu, my lovely elder sister. 

Jenuh

Jenuhkah kamu?
Menggapi asa tertinggimu?

Jenuhkah kamu?
Melihat realita akan hal yang tak dapat diraba

Jenuhkah kamu?
Merasakan sesuatu yang fatamorgana

Jenuhkah kamu?
Mendengar celotehan yang tak dapat dicerna

Jenuhkah kamu?
Selalu saja pilu disaat merindu

Jenuhkah kamu?
Melihatku tanpa ada yang baru

Kamu, jawab pertanyaanku
Jenuhkah kamu?

Pare ‘English Village’

Located in the middle of some cities in east java, those are Kediri, Jombang, and Blitar, Pare is strategist place to be reach if you come by bus or by train. Pare is well-known as English village. Because in Pare, there are so many English courses and the students who study here come from everywhere, not only from Java island but also come from Sulawesi, Sumatra, Kalimantan, Sumbawa, Lombok, until Papua. All of them come into this beautiful city with one purpose, which is studying English.

PARE-DISE 

Here, we can get so many friends from different places in Indonesia. The other benefit is, you can find your soul mate, and that moment very often happened. Even you just meet someone for three weeks for the example; you can fall in love with him/her because the time for meeting and dating are much for you here. Usually we call it Pare in Love. Love story that happened in Pare.

About the course here, there are so many choices for you. From big course until small course, those are available here. From the expensive until cheap cost. The programs that offered are grammar, speaking, listening, vocabularies, pronunciation, toefl, ielts, and etc. And the quality of program depends on the course. Sometimes, in one course not all of the programs are good. But, sometimes the course has the best one in its program. For the example, a course is good in grammar, but low in speaking. So, you must look for another course that good in speaking. Why? Because this is your own choice, and in order to have the best in every program you’ll take.


BEC's New Building

These are the name of some courses in Pare, BEC (Basic English Course) is the first course which was built by Mr. Kalend, as the director of BEC. The others are Mahesa, Elfast, the Daffodils, Kresna, Smart, Logico, Access, Genta, and other courses. These are just some name of the courses in Pare. And actually, the courses in pare are almost 40. What a great number of courses in the small village called Pare.

In some courses, it opens new class every 10th and 25th every months. But sometimes depends on the course also. The shortest time for regular class is two weeks. And also one month, two months, until nine months or one year. But, if you are a group of a student and you want to take holiday program in a week, you can offer in the course that you want to study there.

So, for all of you that want to study in English Village, please look for the best place for program that you want to take. Have a nice studying, and good luck!!!

Sewu Suwe, Sak Ndlosore…

Sewu Suwe, Sak Ndlosore…

Kalimat dalam bahasa jawa yang terdengar cukup unik, dan itu menjadi sebuah kalimat yang selalu terngiang untuk para pemuda maupun pemudi yang biasa nongkrong, atau lebih tepatnya ngopi di warung yang bernama “Empat Mata”. Hanya beberapa orang mungkin yang tahu akan kalimat itu, tapi itu bak menjadi sebuah password penting untuk mengingatkan sebuah memori yang telah berlalu. Tepatnya adalah mereka segerombolan siswa-siswa TC periode 111 BEC.

Warung Empat Mata
Berawal dari sekumpulan pria yang setiap harinya selalu menghabiskan malam mereka dengan bercengkrama bersama, ditemani segelas kopi dan sepiring nasi goreng hangat, di sebuah warung yang bernama Empat Mata, muncullah sebuah kalimat yang penuh makna, ‘Sewu Suwe”. Atau arti dalam bahasa Indonesia adalah seribu lama. Maksut dari seribu dalam kata-kata tersebut adalah harga segelas kopi yang hanya seribu, itupun bisa dinikmati lama-lama hingga mungkin berjam-jam sambil tiduran atau dalam bahasa Jawa, ndlosor, demi secangkir kopi dan kebersamaan. Hingga terciplah rangkaian kata-kata, ‘Sewu Suwe, Sewu Suwe Sak Ndlosore’. Creative enough.

Letaknya tepat di depan toko buku Asmo Jhon atau di sebelah timur kursusan pertama di Pare, “Basic English Course”, di Jl. Anyelir Pare. Buat semua anak kursusan, pasti tidak akan asing dengan nama jalan ini. Karena memang termasuk salah satu akses jalan yang ramai dilalui siswa kursusan, dan banyak pula kursusan besar ataupun kecil di jalan ini.
Kembali ke Empat Mata. Warung yang namanya persis seperti acara Tukul Arwana. Terinspirasi dari acara TV itu mungkin. Entah. Warung itu terlihat sepi di siang hari, kadang juga tutup memang pada siang hari. Kadang kala mulai dibuka di sore hari hingga tutup larut malam.

Salah satu ke-khasan lain dari warung ini adalah nasi goreng nya yang enak dengan koki yang nyentrik pula. Rambut ikal gondrong yang selalu diikat, mirip orang reggae. Dan juga, cara masak yang penuh energy. Hingga kadang memasak nasi gorengnya dengan mengeluarkan banyak peluh. Semoga saja peluhnya tidak tercampur dengan nasi goreng, kan tambah rasa nanti jadinya. Hehe. Tapi rambut panjang yang selalu diikat itu, tidak dapat dilihat lagi sekarang. Karena sang pemilik rambut sudah memotong rambut gondrongnya hingga hampir gundul, hanya menyisakan beberapa centi dari rambut awalnya. Semoga saja, tidak akan menghilangakan kesaktiannya memasak nasi goreng enak.

Mas Gondrong :)

Nasi goreng dengan harga terjangkau yaitu lima ribu rupiah saja, akan membuat semua penikmatnya akan ketagihan dan ingin makan lagi esoknya. Tapi, dengan porsi yang sangat banyak, akan sangat hebat dan kuat jika seorang gadis menghabiskan sepiring nasi goreng seorang diri. Kalau aku, harus dengan bantuan orang lain ketika makan nasi goreng itu. Karena memang sangat banyak porsinya, persis seperti porsi kuli.

Aku baru mengetahui warung kopi dan nasi goreng Empat Mata itu beberapa bulan setelah aku belajar di BEC, sekitar tahun 2010 lalu. Sebelumnya, aku memang bukan anak kosan yang setiap harus mencari makanan di luar. Tapi setelah enam bulan, karena alasan program yang padat, akhirnya aku memutuskan untuk nge-kos. Dimulai dari kebiasaan sering lapar di malam hari, dan berakhirnya kelas yang larut malam pula, aku dan teman-teman selalu ingin mencari pengisi perut yang masih fresh atau baru saja dimasak. Tidak lain adalah nasi goreng. Masakan yang langsung siap disantap setelah diangkat dari penggorengan.

Ada bermacam-macam pilihan sebenarnya, untuk nasi goreng. Ada yang bernama nasi goreng “Mak Cruel”, mak yang jahat, hehe. Maaf. Karena memang, penjualnya ini adalah ibu-ibu yang susah tersenyum, dan yang unik lagi adalah nasi goreng yang keras dan perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk mengunyah. Ada lagi, nasi goreng arang. Api yang digunakan untuk memasak adalah dari arang, sehingga akan menimbulkan aroma yang sedap. Tapi, meskipun banyak pilihan, tetap saja nasi goreng Empat Mata yang menjadi pilihanku.

Awalnya aku juga tidak mengetahui asal muasal kata-kata ‘Sewu-Suwe’, tapi karena kebanyakan nongkrong bareng perjaka yang sering ngopi di warung itu, akhirnya aku pun mengetahui seluk beluk kata itu. Unik juga, pikirku waktu itu. Sering berteriak kata-kata itu pula dari pinggir jalan ketika melewati warung itu malam-malam saat teman-temanku nongkrong disana. Masih Ababil waktu itu memang, ABG Labil, hehe. Hingga sekarang pun, ketika chatting dengan teman seperjuangan jaman dahulu, password yang disebutkan adalah sewu-suwe. Hehe.

Tapi sekarang, sudah tidak ada lagi kata-kata itu di warung lesehan yang sering didominasi oleh pembeli pria. Karena kata-kata itu memang khas milik sekelompok orang tertentu. Para siswa BEC TC 111. Meskipun begitu, mas gondrong pemilik warung, yang aku selalu lupa bertanya namanya meskipun sudah panjang lebar ngobrol ngalor-ngidul, sering memberi informasi jika teman-teman mampir nongkrong, kalau saja datang ke Pare.

Tempat itu menjadi tempat favoritku, untuk nongkrong bareng teman atau teman special. Tidak hanya karena nasi gorengnya yang enak, tapi juga bisa menjadi tempat nongkrong tanpa batas waktu, hingga berjam-jam tanpa dipungut biaya. Menghabiskan waktu dengan berbagi cerita dan pengalaman hidup. Sangat tidak terlupakan.

Hal yang menarik dan tidak terduga lainnya adalah ketika bertemu teman lama di tempat itu, yang jarang bisa bertemu meskipun direncanakan. Ini cerita tentang warung penuh cerita, ‘Empat Mata’.

Satu kalimat terakhir, “Sewu Suwe- Sak Ndlosore’. Hehe. 

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Hadna Muthia Izzati
Pare, Kediri, Indonesia
A trainer | A traveler | A dreamer| An Ordinary girl
Lihat profil lengkapku

Ordinary's Friends

Blog contents © Ordinary Little Girl 2010. Blogger Theme by NymFont.