Catatan Diatas Senja


Sampai detik ini pun, saya masih belum bisa membaca anda. Sungguh waktu terlalu lama untuk sebuah proses. Mencari dan menemukan. Sekian lama saya mencobanya. Nihil, dan itu realitanya. Tapi, seseorang berkata, kamu hanya perlu menanti, menjawab dan akhirnya menemukan, itu kodratmu. Benarkah?.

Kalau memang perkataan seseorang itu terlampau benar, saya hanya bisa mengangguk dan bersikap baik. Dengan hal itu, setidaknya saya dapat lebih bersabar dan memaklumi apa yang terjadi. Dan jikalau waktu membunuh kesempatan itu, haruskan perlu mengkambing hitamkan sikap?.

Kadang, sebuah kondisi yang mendesak dan berat dapat membuat siapapun gelap mata. Dalam artian, mereka bisa melakukan sikap apapun yang menurutnya akan melegakan rasa. Meskipun sebuah kesempatan bisa diciptakan sesuka hati, siapa yang tahu akan hasilnya?.

Kata orang-orang benar. Bersikap baik, dalam hal kesabaran misalkan, memang ada batasnya. Dan saya selalu mengagumi jika ada kekuatan yang menyatakan sesuatu itu tanpa batas. Tak terbatas. Tapi saya hanyalah pengagum, yang pasti sangat mustahil jika hal itu bersemayam didalam diri. Walaupun kewajiban seorang makhluk itu adalah bersikap sempurna.

Apakah hal ini tepat?. Hanya mempertahankan sebuah pola yang belum tentu benar, dengan mengabaikan hal lain, yang justru menunjukkan ketidak-sinkronan. Mungkin, pilihan yang hanya mengacu pada sikap subjektif akan memunculkan sebuah kondisi ini. Sangat tidak nyaman. Jadi, apakah pola lama harus dirubah dengan sikap yang lebih objektif?.

Mungkin benar. Mencoba hal baru, dengan membaca dan memandang apapun lebih objektif. Meninggalkan sikap lama yang usang. Dan melupakan yang sudah sudah.

Everlasting Memory


Kenapa semua begitu indah di awal, dan menyesakkan pada akhirnya?. Setiap yang berperasaan pasti mengalami hal ini. Kecuali yang sudah, mati rasa!. Bukan saya terlalu mendramatisir untuk apa yang terjadi, tapi ini adalah sebuah realita kehidupan yang terjadi disini, kampung halaman tanpa batas, yang siapa saja bisa datang dan pergi sesuka hati mereka.

Sebut saja bandara, stasiun, atau pelabuhan yang sangat besar. Bagaimanapun kalian menyebutnya, saya tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sini, Pare. Merasakan atmosfernya dari saat pertama menjejakkan langkah di bumi. Saya, dan kota ini adalah satu, yang rasa-rasanya saya tidak bisa terlepas olehnya.

Menghadirkan wajah-wajah baru setiap saat, memunculkan dinamika kehidupan yang berwarna untuk kota kecil ini. Dari sebuah desa kecil di tengah kabupaten Kediri, yang tidak cukup banyak penghuni pada beberapa puluh tahun silam, kini menjadi seolah-seolah kota kecil metropolitan yang semua bentuk kebutuhan harus terpenuhi disini.

Saya tidak pernah menyangka untuk terlibat langsung dalam perputaran sejarah kampung ini, masuk didalam komponen penting yang mana sangat banyak memori yang bisa diciptakan dan diputar ulang ketika sudah memudar. Perasaan ini, tidak pernah berubah. Ada kalanya bahagia, untuk sebuah pertemuan, dan satu lagi yang sangat tidak diharapkan, sedih ketika perpisahan.

Tapi semua itu alami, mengalir begitu saja untuk sejenak waktu. Disatu sisi, harus melanjutkan hidup dengan bentuk manusia yang berbeda, tapi disisi lain rasa itu tidak pernah berkehendak untuk menjauh dari manusia yang sebelumnya. Saya hanya ibarat seorang penjual karcis, dimana semua orang bisa membeli tiket, datang dan pergi, tapi saya hanya memandangi berbagai macam orang datang tanpa dapat beranjak dari tempat duduk.

Kadang saya merasa, apakah ini yang disebut dengan kebahagiaan sementara?. Berbahagia dengan beberapa manusia baru dalam satu waktu, dan selanjutnya entah harus dibawa kemana kebahagiaan itu. Terlalu menyakitkan sebenarnya, tapi inilah realitanya.

BP 1 C. Tidak pernah saya lupakan memori indah yang sudah kita ciptakan. Tak akan pernah segan-segan saya putar lagi seluruh film di rol sel-sel otak. Betapa indah bisa mengenal kalian, dari segi apapun. Kebahagiaan sesaat, yang terlalu indah dan sangat membahagiakan. Hidup untuk bahagia, dan setidaknya saya menemukan sedikit banyak hal itu setelah semuanya.

A Little Happiness


Sudah beberapa saat lamanya aku tidak menyentuhmu, akun blog-ku. Mungkin ini karena sikap usang yang kembali muncul tiba-tiba, karena sesuatu alasan.

Berdiam sejenak dipersimpangan jalan Brawijaya tepatnya di kelas mungil, setelah perkuliahan. Melihat banyaknya kendaraan melintas teratur ditengah-tengah hujan deras yang mengguyur Pare senja ini. Partikel-partikel air yang turun mendamaikan suasana membuat banyak pemuda-pemudi di kampung Inggris tidak menyiakan-nyiakan kesempatan itu, untuk sekedar bernostalgia masa kecilnya. Bersepeda santai dengan kuyupnya sekujur tubuh. Indah saja melihat situasi ini.

Dan konsentrasi di dalam kelas sedari tadi pecah, entah melayang kemana. Hanya melihat keluar jalan, menikmati gerombolan air jatuh teratur. Dan tidak heran kalau bapak dosen menegurku berkali-kali. ‘ Hey, Muthia. Where are you now? I think you’re not here, you act such as gloomy person’ kata bapak Muhammad. Gubrak, ngliatin aja ni orang. Dan, jadilah semua mata tertuju padaku. Ya memang, apa yang anda katakan tidak sepenuhnya salah, Pak.

Dan aku tidak peduli, entah dikira galau, bahagia, sedih, lagi stress, atau apalah, aku tetap suka hujan. Melihatnya pun merupakan suatu keindahan tersendiri. Satu lagi rasa aneh muncul ketika hujan datang, rindu. Seakan tetesan-tetesan air itu mengerti apa dirasakan pecintanya. Mereka jatuh teratur membentuk suatu irama yang merdu dan menciptakan suasana damai. Karena damai mendatangkan satu, kebahagiaan. 

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Hadna Muthia Izzati
Pare, Kediri, Indonesia
A trainer | A traveler | A dreamer| An Ordinary girl
Lihat profil lengkapku

Ordinary's Friends

Blog contents © Ordinary Little Girl 2010. Blogger Theme by NymFont.